Pages

untuk Tuanku

Selasa, 22 Desember 2015

Apalah arti pergi jauh-jauh, berlari cepat-cepat, toh apa yang dicari tertinggal di satu tempat, yang katanya cukup baik, entahlah ada yang berkata tempat itu berbahaya juga. 
Tuan, kau yang selalu bercerita , tentang semesta yang selalu mengajakmu bermain dan membuatmu senang. Kau juga yang selalu bercerita , bahwa langit dan tanah bumi yang kadang bisa mengobati lukamu, penglipur lara sedihmu. Tuan, kau tahu aku selalu mendengarkan ceritamu satu per satu. Entah bagaimana, alam juga menambahkan cerita itu kepadaku, katanya agar aku tau lengkapnya.

 Tuan, kau tahu terkadang aku ingin diam-diam mengikutimu, bersenda gurau dengan semesta, ikut bercerita bersama, dan menikmati indahnya sriwedari dunia itu. Terkadang, aku menerka-nerka bagaimana seharusnya aku bertindak, apakah terlalu jauh atau terlalu lambat-lambat.

Tuan, jaga cerita Tuan, jaga betul, jaga baik-baik. Aku tau Tuan, suatu saat Tuan akan berhenti bercerita kepadaku, tapi apa boleh Tuan, aku menagih ceritamu itu, hanya sekadar pengingat bahagiaku saja.

Tuan, maafku memang tak sebanding dengan apa-apa. Terimakasihku hanya sebatas pelangi di kala hujan, cepat dilupakan. Tapi, Tuan tetap dan selalu baik-baik. Aku akan memelukmu dengan pintaku pada-Nya. Aku akan berjarak padamu untuk membuatmu merasa nyaman. Ah apalah aku Tuan, yang mengada-adakan sesuatu yang tidak ada.

Sudah ya Tuan, kucukupkan saja surat ini, daripada hatiku semakin jatuh kepadamu.

Dari Nona yang merindumu diam-diam




Satu Momen Sama

      Hari ini aku mau pergi ke hutan gelap tak bertepi. Pagi-pagi sekali, aku mulai mengepak barang-barangku, takut ada yang tertinggal. Baju, obat, persediaan makanan, minuman, senjata sudah masuk kedalam tas beratku ini. Aku mulai berjalan menyusuri pekarangan kotor ini, kuhirup udara pagi yang masih segar, aku tertawa kecil, senang sekali hati ini. Aku memang tipikal orang yang suka perjalanan, apalagi ini perjalanan panjang dan akan kutempuh sendiri. Bahkan, dalam bayangku perjalanan jauh sendiri ini begitu mengerikan, ah biarkan saja, hatiku butuh udara juga, kataku menenangkan diri. Hari demi hari aku lalui, pagi demi pagi aku jalani. Sampai akhirnya, aku berada di pohon pinus berwarna emas. Ah, kali ini medanku akan berat. Aku berhenti sejenak untuk istirahat. Aku pilih gubug dekat sawah itu. Panah aku sampirkan kepundak dan pistol aku sakukan dikantongku. Pisaupun  aku selipkan di sabukku. Gila, ini mulai gila. Udara dingin mulai menusuk tubuhku, padahal ini baru jam 9 pagi. Kabut-kabut menampar tubuhku. Aduh, rasanya aku mau berhenti saja, tidak lucu saja aku ditemukan terluka oleh prajurit penjaga daerah sini. Apa kata mereka, ini saja belum setengah perjalanan. Sombongku memang sulit diatur. Aku meneruskan perjalanan lagi, ada banyak lumpur penarik disini, keseimbangan tubuhku kujaga betul. Setelah itu, ada jaring perangkap, ada harimau pengaum api, ada lebah penghisap darah. Wah ngeri betul ini. Tapi, tekadku tidak goyah. Aku harus ke hutan itu. Kutau, hutan itu mungkin tidak ada apa-apanya, tapi aku ingin kesana. Kataku pasti disana ada momen yang berbeda. Ah momen lagi, momen lagi. Khayalmu tinggi terbang jauh. Jatuhkan sekarang saja. Huh hati dan logikaku berkontra lagi. 
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS