Pages

Surat Kebahagiaan

Rabu, 23 Juli 2014


" Bukankah suatu pertemuan pasti bermuara pada akhir, yang paling dibenci semua makhluk alam? Mereka bilang... perpisahan, bukan begitu?"


   Lihat, lihat mereka, kawanku, anak kecil yang menangis, saling berteriak satu sama lain, menolak dipisahkan, dengan alasan, nanti yang temenin aku main masak-masakan siapa? yang temenin aku main kasti siapa? yang bagi bagi coklat enak lagi siapa? Alasan sederhana bukan? Bukankah seharusnya mereka tau? Hukum alam itu mana mungkin ditolak, mana mungkin dihindari. Mungkin, mereka masih terlalu kecil, kawan. Untuk mengerti apa yang terjadi. Sudah kubilang, mereka belum cukup umur untuk tahu. Toh pada akhirnya mereka akan mulai mengadakan penawaran-penawaran, untuk melegakan satu sama lain. Seperti yang kau lihat disana, anak yang berbaju merah itu, berkata, "Nanti, kalau kita sudah nggak di satu kota lagi, kamu janji ya, bakal sering liburan kesini, temenin aku lagi" Satunya yang memakai topi, mengacungkan jari jempol, tanda setuju, dan pada akhirnya, sang hukum alam yang bicara.

   Bukankah pada akhirnya, setiap perpisahan akan menghasilkan pertemuan-pertemuan baru? Bertemu dengan orang-orang baru, kondisi baru, situasi yang baru, dan awal permulaan yang baru. Dulu sekali atau bahkan sampai sekarang, aku masih tidak habis pikir, sebenarnya apa itu perpisahan, apa maknanya, dan mengapa harus terjadi. Kulihat, orang-orang rela meninggalkan zona nyaman mereka, hanya untuk beradaptasi dengan sesuatu yang kubilang, asing. Menjadikan yang asing itu, sesuatu yang menarik, sesuatu yang asik untuk dipahami. Toh pada akhirnya, hukum alam yang berbicara lagi. 

    Aku, bukan lagi, si kecil yang menangis, merengek-rengek untuk tidak berpisah kelas dengan teman yang lain. Jelas, aku bukan lagi si kecil yang takut bertemu orang baru, bahkan berlari di balik punggung bapak. Toh, aku sudah cukup dewasa bukan? memahami apa kata yang paling dibenci itu. Semua itu proses, berpisah, untuk hidup dengan baik, di dalam kehidupan yang lebih baik. Berpisah untuk awal yang paling baru, sesuatu asing yang memang harus dikeluarkan di permulaan itu. Berpisah untuk proses kedewasaan, baik secara logis atau pendewasaan hati. Menjadi yang lebih baik, lebih hebat dan lebih kuat. 

   Pertemuan-pertemuan apa yang paling berkesan di hidupmu? Kubilang, bertemu dengan kalian, kawan, sudah menjadi hal-hal paling hebat dan paling gila didalam roda kehidupanku. Bermain bersama, tertawa bersama, menangis bersama, susah-senang bersama, menggalau bersama, melakukan hal aneh bersama, berjuang bersama, menggila bersama, dan apapun itu yang kusebut kebersamaan. Toh kami akan menjadi dewasa dengan adanya suatu perpisahan itu. Sudah kubilang, untuk suatu proses menjadi sosok yang paling hebat, kita perlu bantuan sang hukum alam. Kali ini, aku tidak akan menyalahkan hukum alam atau menghindari sang hukum alam. Mungkin, aku akan mulai melakukan transaksi bodoh lagi, menawar-nawar lagi, untuk yang seharusnya bagaimana, atau pertemuan-pertemuan keesokannya. Sungguh, mengenal kalian kawan, aku pasti sudah sangat berterima kasih dengan Sang Penentu Takdir. Terima kasih, untuk yang ada disaat-saat apapun. Terima kasih, untuk yang selalu mengerti. Terima kasih, untuk yang selalu mengingatkan. Terima kasih, untuk apapun itu. Sukses bersama kawan, itu harus, apapun itu, jadilah sosok yang lebih baik dan selalu  istiqomah di jalan Allah. Selalu dan selalu berbahagia ya. Selalu dan selalu baik juga.  Perjalanan kita masih panjang. Jangan takut bertemu sesuatu yang asing, kawan. Toh kita dulu bertemu dengan keasingan masing-masing. Jangan lupa perjalanan yang kita tempuh bersama dulu.  Selalu dan selalu jadi sosok yang terhebat ya. Semoga Allah meridhoi, kawan.



" Perpisahan adalah turun tangannya hukum alam. Jangan kaubenci, apalagi kau caci. Mereka ada, karena seharusnya ada. Mereka ada, karena mereka yang ajarkan, ada banyak pertemuan indah di depan sana, yang akan membuat kita jadi sosok yang lebih baik. Maka, berterimakasihlah"

missier

Jumat, 11 Juli 2014


    Rambutnya mulai memutih, menandakan bahwa pengalaman hidupnya sangat panjang dan hebat. Pejuang terik dan dingin malam, kurasa, menjadikannya sosok yang semakin kuat. Kataku, aku tak punya kata seindah senja yang membuat orang semakin terlelap akan eloknya, kataku pula, tak paham akan racikan syair, menjadikan para pujangga iri akan karyanya, entahlah. Kurasa kata saja tak cukup menggambarkan, betapa hebatnya sosok yang paling kukagumi itu. Sosok itu semakin dekat denganku saja, mulai dari aku belajar mebmbaca ab-ba-ca-d, sampai -sampai terkadang menertawakanku karena erku tak paham bermakna apa. Sosok itulah yang paling dekat denganku, membuat mataku dan hatiku terbuka, akan hebatnya komunikasi secara vertikal, akan keajaibannya, bahwa Allah itu selalu ada dan Maha Paling Baik. Sosok itu pula, yang selalu bersikap keras dan tegas ketika kesalahan yang tak sengaja kuperbuat atau bahkan sengaja kuperbuat untuk mencari perhatian saja, sosok yang selalu mengingatkan dan menguatkan. Kurasa waktu berlari sangat cepat, padahal aku sudah meminta untuk berjalan pelan-pelan. Hanya sekedar menunda-nunda agar aku bisa lebih lama, untuk ditemani, untuk dibimbing, untuk berbahagia setiap harinya. Badanku pun mulai meninggi, menandakan aku harus mulai belajar menjadi dewasa. Dan, sosok itu pula yang membawaku belajar secara perlahan-lahan apa itu kerasnya hidup, diskusi ini-itu, dan yang paling tau cara menenangkanku ketika ada masalah. Aku pun sudah semakin kuat sekarang, mampu berkotak apa yang seharusnya dan tidak seharusnya. Bijaksana dan wibawanya pun mulai jatuh mengalir didiriku menjadikanku terus belajar menjadi perempuan yang kuat dan mandiri. Toh apalagi sekarang? aku hanya mampu mendoakannya selalu dan selalu sehat, untuk mampu menemaniku hingga waktu yang panjang, menemaniku selalu, dalam pembahasan diskusi rumit, dan yang lainnya. Berterimakasih akan waktu yang ada, meski kadang sibuknya membunuh waktu bersama-samaku. Hatiku berdesir, membayangkan apa yang akan terjadi besok,besok, besoknya. Terkadang, aku hanya takut, sangat takut, bagaimana ketika suatu hari nanti, aku bertemu dengan yang saling menemukan, apakah aku masih bisa sedekat ini denganmu, yang selalu ada, yang paling menguatkan dan paling bijaksana? 
Untuk apa yang mengapa yang bagaimana, berbahagia.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS